PENGENDALIAN TATA GUNA LAHAN

DAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEBAGAI UPAYA MENANGGULANGI KEMACETAN LALU LINTAS DI KABUPATEN BANDUNG

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun oleh :

 

Tatang Adhiatna, ATD, Dip Tpp, MSc, MDevPlg

Dheni Asmara Hadi, ATD

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG

DINAS LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

JL. GANDA SARI NO.151 SOREANG TELP. 5891513

 

 

 

 

 

PENGENDALIAN TATA GUNA LAHAN

DAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEBAGAI UPAYA MENANGGULANGI KEMACETAN LALU LINTAS DI KABUPATEN BANDUNG

 

 

I.                   PENDAHULUAN

II.                 PERMASALAHAN LALU LINTAS DI KABUPATEN BANDUNG

III.              PERMASALAHAN LALU LINTAS: KASUS RUAS JALAN KOPO SAYATI.

IV.        PEMECAHAN MASALAH

V.              KESIMPULAN

 

INTISARI

Makalah ini mengupas sekelumit mengenai interaksi tata ruang dan transportasi serta segala permasalahan lalu lintas yang ada, terutama yang terjadi diwilayah Kabupaten Bandung. Dalam beberapa tahun belakangan ini salah satu permasalahan lalu lintas terbesar yang dihadapi masyarakat Kota dan Kabupaten Bandung adalah kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas timbul sebagai akibat tingginya jumlah permintaan angkutan, sementara prasarana yang tersedia terbatas.

Permasalahan lalu lintas di wilayah Kabupaten Bandung yang dapat di jumpai setiap hari salah satunya adalah pada ruas jalan Kopo Sayati, terutama mulai batas kota/toll sampai persimpangan jalan sukamenak sepanjang 1,5 Km.  Salah satu penyebab utama permasalahan lalu lintas yang terjadi pada ruas jalan itu adalah munculnya kantong-kantong perumahan secara sporadis disepanjang ruas jalan tersebut.

Bermunculanya kawasan perumahan telah meningkatkan beban yang tinggi untuk ruas jalan yang tersedia, sehingga berdampak pada terjadinya kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu lintas yang terjadi telah menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat pemakai jalan, yang diperkirakan mencapai angka Rp. 3.178.154 perhari atau kurang lebih Rp. 1 Milyar per tahun untuk ruas jalan sepanjang 1,5 Km.

Oleh karena tingginya biaya kemacetan tersebut, maka Analisa Dampak Lalu Lintas (andalalin) di rasakan penting untuk mencegah terjadinya permasalahan lalu lintas tersebut. Disamping penerapan manajemen lalu lintas yang sesuai untuk dapat mengurangi atau meminimalkan permasalahan lalu lintas yang terjadi.

Mengingat pentingnya kegiatan lalu lintas sebagi akibat interaksi antar tata guna lahan, maka untuk mendukung interaksi tersebut perlu dilakukan perencanaan transportasi yang terpadu dengan perencanaan tata guna lahan. Hal ini perlu dilakukan dengan tujuan membuat interaksi tersebut menjadi mudah dan effisien. Dalam mewujudkan hal tersebut diperlukan perhatian bersama khususnya instansi yang terkait dan umumnya dari masyarakat itu sendiri, sehingga upaya menuju sistem transportasi yang terintegrasi dapat dicapai.

 

 

PENGENDALIAN TATA GUNA LAHAN DAN MANAJEMEN LALU LINTAS SEBAGAI UPAYA MENANGGULANGI KEMACETAN LALU LINTAS DI KABUPATEN BANDUNG

 

I.        PENDAHULUAN

Lalulintas terjadi karena adanya kebutuhan manusia untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lain. Kebutuhan akan pergerakan ini disebakan manusia mempunyai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani maupun rohani, seperti bekerja, sekolah, belanja dan berrekreasi. Sistem pergerakan ini dipengaruhi (dan mempengaruhi) sistem lainnya. Unsur dari sistem transportasi terdiri dari yang diangkut, sarana transportasi, prasarana transportasi, tata guna lahan dan manajemen yang mengaturnya.

 

Semuanya merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan mempengaruhi, perubahan pada salah satu akan mempengaruhi yang lainnya. Perubahan unjuk kerja lalu lintas dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan dan aktivitas tata guna lahan, oleh karenaya pengendalian tata guna lahan  serta manajemen lalu lintas menjadi  salah satu hal yang sangat penting dalam mencegah dan menanggulangi permasalahan lalu lintas.

 

Permasalahan lalu lintas dibedakan  dalam dua kategori, kategori pertama yaitu apa yang disebut sebagai “akar masalah”  seperti peningkatan pendapatan, peningkatan pemilikan kendaraan, pertumbuhan penduduk dan sebagainya. Yang kedua adalah dengan apa yang disebut “manifestasi masalah” yaitu seperti kemacetan lalu lintas, tingginya angka kecelakaan, polusi dan sebagainya. Akar dan manifestasi masalah lalu lintas digambarkan oleh Harry  T Dimitriou  dalam buku “Transport Planning for Third World” (1990)

 

Pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pertumbuhan pusat kota di tambah meningkatnya kegiatan industri dan akvitas komersial telah mendorong tingginya permintaan angkutan yang  berarti telah meningkatkan kegiatan lalu lintas. Faktor tersebut diatas telah menempatkan dan membebankan pada prasarana yang ada dan sering kali menimbulkan sejumlah konsentrasi kemacetan lalu lintas.  Tidak seperti permasalahan sosial lainnya, kemacetan dirasakan langsung dan setiap hari oleh banyak penduduk dari berbagai tingkatan pendapatan.

 

Pemerintah dan Institusi lainnya seperti Akademisi dan Konsultan telah menyadari bahwa kemacetan dan segala permasalahan lalu lintas, belum akan dapat dipecahkan selama fundamental Strategi Sistem Transportasi, seperti pembatasan lalu lintas dan penggunaan angkutan massal seperti Mass Rapid Transit (MRT) belum diterapkan.

 

Pelakasanaan strategi pembatasan lalu lintas, seperti pengenaan biaya untuk jalan-jalan tertentu, peningkatan biaya pemakai kendaraan, dan daerah pembatasan lalu lintas harus memiliki dasar hukum yang kuat dan didukung oleh masyarakat. Sedangkan sistem Mass Rapid Transit (MRT) memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dibangun dan sangat memerlukan biaya yang tinggi. Sementara pemecahan secara fundamental permasalahan lalu lintas masih lama, pengendalian tata guna lahan dan manajemen lalu lintas diharapkan dapat memberikan harapan untuk memecahkan permasalahan lalu lintas yang ada.

 

II.  PERMASALAHAN LALU LINTAS DI KABUPATEN BANDUNG

 

Permasalahan lalu lintas yang terjadi di wilayah Kabupaten Bandung mempunyai kesamaan dengan yang terjadi di Kota dan Kabupaten lainnya di Indonesia. Masalah lalu lintas dan angkutan pada dasarnya disebabkan oleh:

·        Pertambahan penduduk kota-kota besar yang sangat pesat yaitu berkisar antara 4%-5% per-tahunnya.

 

·        Perkembangan kota tidak diikuti dengan struktur tata guna tanah yang serasi, masih banyak kawasan yang berkembang menjadi wilayah campuran antara kawasan pemukiman dengan kawasan komersil.

 

·        Tidak seimbangnya pertambahan jaringan jalan serta fasilitas lalu lintas dan angkutan bila dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah kendaraan. Jaringan jalan yang ada kurang dari 4% dari total luas wilayah. Pertambahan jumlah kendaraan berkisar antara 8 - 12 % per-tahun, sedangkan pertambahan panjang jalan berkisar antara 2 - 5 % per-tahun.

 

·        Makin jauhnya jarak perjalanan harian masyarakat, akibat makin bergesernya tempat pemukiman keluar kota.. Sehingga pada tiap pagi dan sore terjadi kemacetan yang luar biasa dan akut pada ruas-ruas jalan dipinggir kota.

 

·        Penggunaan kendaraan pribadi secara kurang efisien. Pada sebagian besar lintasan-lintasan pada jam sibuk terlihat bahwa hanya sedikit kendaraan pribadi yang dimuati dengan lebih dari 4 orang penumpang, sementara itu lebih dari 70% kendaraan pribadi yang dimuati dengan 1 - 2 orang saja.

 

·        Kualitas dan jumlah kendaraan angkutan umum yang belum memadai. Sarana, prasarana, jaringan, terminal dan sistem pengendalian pelayanan angkutan umum belum berhasil ditata secara konsepsional pelayanan. Sistem pelayanan angkutan umum yang ada belum mampu menarik minat pemakai kendaraan pribadi untuk beralih keangkutan umum.

 

·        Belum berperannya kereta api sebagai angkutan kota (massal). Di Kabupaten Bandung yang secara historis sudah memiliki jaringan kereta-api lintas antar - kota, namun belum dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari sistem pengangkutan.

 

Persoalan-persoalan yang dikemukakan diatas selain terjadi di Wilayah Kabupaten Bandung juga dijumpai di beberapa Kota dan Kabupaten di Indonesia sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing.

 

III. PERMASALAHAN LALU LINTAS : KASUS RUAS JALAN KOPO SAYATI

 

Pemilihan permasalahan pada ruas jalan Kopo Sayati ini didasarkan pada pertimbangan bahwa ruas jalan tersebut dapat mewakili profil permasalahan lalu lintas yang ada di Kabupaten Bandung. Banyak faktor yang menyebabkan unjuk kerja lalu lintas pada ruas jalan ini menjadi rendah, salah satu diantaranya bahkan mungkin sebagai penyebab utama adalah bermunculannya kantong-kantong perumahan secara sporadis di sepanjang ruas jalan Kopo. Untuk dapat menarik minat konsumen tingkat aksesibilitas merupakan salah satu faktor utama yang ditawarkan dalam promosi kawasan perumahan. Kondisi itulah yang membuat para pengembang berlomba-lomba untuk membuka lahan-lahan perumahan dengan akses langsung ke jalan utama seperti yang terjadi di sepanjang ruas jalan Kopo. Berikut ini akan diuraikan mengenai dampak lalu lintas dari kawasan perumahan di Jalan Kopo terdiri dari Bangkitan Perjalanan dan Implikasinya terhadap Unjuk Kerja Lalu Lintas dan Pemakai Jalan. Sample perumahan yang diambil adalah : Nata Endah, Kopo Permai, Sukamenak Indah dan Taman Kopo.

 

A.  BANGKITAN PERJALANAN DARI KAWASAN PERUMAHAN KOPO SAYATI

1. Bangkitan Perjalanan

Dari hasil surevey wawancara Rumah Tangga yang dilakukan oleh Dinas LLAJ Kabupaten Bandung, diketahui jumlah perjalanan yang dibangkitkan dari ke empat perumahan adalah 39.580 perjalanan  seperti terlihat pada Tabel 1.

 

Tabel 1 : Bangkitan Perjalanan

 

Nama Lokasi Perumahan

Bangkitan Perjalanan

Jumlah Perjalanan

Rata-rata Perjalanan/Keluarga

Motorised

UnMotorised

Total

Motorised

UnMotorised

Total

 

Nata Endah

Kopo Permai

Sukamenak Indah

Taman Kopo

 

4060

13060

3480

10460

 

720

3240

960

3600

 

4780

16300

4440

14060

 

5,08

5,22

4,97

5,23

 

0,90

1,30

1,37

1,80

 

5,98

6,52

6,34

7,03

Jumlah

31060

8520

39580

5,18

1,42

6,60

(Sumber : Analisa Data DLLAJ Kab. Bandung)

 

2. Distribusi Perjalanan

Pada Tabel 2 disajikan informasi mengenai distribusi perjalanan dari dan ke kawasan perumahan yang ada di kawasan Kopo Sayati. Distribusi perjalanan tersebut terdiri dari perjalanan External 32.580 perjalanan dan 7.000 perjalanan internal.

 

Tabel 2 : Distribusi Perjalanan

 

Origin

(oi)

Destination (Dj)

 

Total

(oi)

Internal

External

Nata Endah

Kopo

Permai

Suka- Menak

Taman Kopo

Bandung

Ciba-duyut

Sorea-ng

 

Nata Endah

Kopo Permai

Sukamenak Indah

Taman Kopo

Bandung

Cibaduyut

Soreang

 

 

220

0

0

0

1180

0

980

 

0

1720

0

0

2180

1640

2560

 

0

0

340

0

1120

0

740

 

 

0

0

0

1220

3380

0

2400

 

1200

2220

1140

3420

0

0

0

 

0

1660

0

0

0

0

0

 

980

2600

760

2420

0

0

0

 

2400

8200

2240

7060

7860

1640

6680

 

Total (Dj)

2380

8100

2200

7000

7980

1660

6760

36080

(Sumber : Analisa Data DLLAJ Kab. Bandung)

 

3. Penggunaan Moda Angkutan

Tabel 2 menggambarkan bahwa penggunaan kendaraan pribadi merupakan moda yang paling dominan dimana penduduk  di kawasan perumahan Kopo melakukan perjalanan.

 

Tabel 3 : Penggunaan Moda Angkutan

 

Nama Lokasi Perumahan

Moda Angkutan

 

Total

Sedan,

Jeep

Spd Motor

Ankot

Sepeda

Jalan Kaki

Becak

 

Nata Endah

Kopo Permai

Sukamenak Indah

Taman Kopo

 

2040

7400

1720

6140

 

800

2440

840

1760

 

1220

3220

920

2560

 

200

800

200

640

 

320

1480

520

1720

 

200

960

240

1240

 

4780

16300

4440

14060

 

Total

17300

5840

7920

1840

4040

2640

39580

%

44

15

20

5

10

7

100

(Sumber : Analisa Data DLLAJ Kab. Bandung)

 

4.  Pembebanan Perjalanan

Pada Tabel 4 ditunjukan pembebanan perjalanan dari ke empat kawasan perumahan pada Link A, B dan C dalam bentuk perjalanan orang dan perjalanan kendaraan.

Tabel 4 :  Pembebanan Perjalanan

 

Nama Perumahan

Perjalanan/

Orang

Perjalanan/ Kendaraan

Pembebanan Perjalanan

Arah

Bdg

Arah

Srg

Arah

Bdg

Arah

Srg

Link A

Link B

Link C

Jml

%

Jml

%

Jml

%

Nata Endah

2380

1960

1201

997

1201

13,99

997

11,29

997

11,29

Kopo Permai

4400

5160

2562

3015

2562

29,85

3015

34,14

3015

41,47

Sukamenak

2260

1500

1168

819

1168

13,61

1168

13,61

819

12,27

Taman Kopo

6800

4820

3651

2439

3651

42,54

3651

41,34

2439

33,54

 

15840

13440

8582

7270

8582

100

8832

100

7270

100

(Sumber : Analisa Data DLLAJ Kab. Bandung)

 

Dari tabel tersebut terlihat jumlah perjalanan banyak dilakukan menuju Bandung dibanding dengan yang ke arah Soreang, hal ini disebakan oleh banyak kegiatan terdapat di pusat Kota Bandung. Setelah memperoleh angka pembebanan perjalanan yang bangkitan dari perumahan di kawasan Kopo, selanjutnya akan diuraikan mengenai Dampak yang di timbulkan terhadap Unjuk Kerja Lalu Lintas dan Biaya Perjalanan Pemakai Jalan.

 

B. IMPLIKASI PEMBAGUNAN PERUMAHAN TERHADAP UNJUK KERJA LALU LINTAS.

1. Volume Lalu Lintas

Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa kawasan perumahan telah turut meningkatkan tambahan jumlah perjalanan. Untuk volume lalu lintas dan proporsi bangkitan perjalanan seperti terlihat pada Tabel  5.

Tabel 5 : Lalu Lintas Terusan dan Bangkitan dari Perumahan

 

Uraian

Link A

Link B

Link C

Volume

(Kend.)

(%)

Volume

(Kend.)

(%)

Volume

(Kend.)

(%)

 

1.Lalu Lintas Terusan

2.Lalu Lintas Bangkitan

   a. Nata Endah

   b. Kopo Permai

   c. Sukamenak

   d. Taman Kopo

Jumlah (a+b+c+d)

 

 

23530

 

1453

3246

1484

4878

11061

 

68,02

 

4,20

9,38

4,29

14,10

31,98

 

23552

 

1269

4101

1484

4878

11,732

 

66,75

 

3,60

11,62

4,21

13,82

33,25

 

23577

 

1269

4101

1026

3066

9462

 

71,36

 

3,84

12,41

3,11

9,28

28,64

Total Volume (1+2)

34591

100,00

35,284

100,00

33,039

100,00

(Sumber : Analisa Data DLLAJ Kab. Bandung)

 

Seperti terlihat pada tabel diatas masing-masing perumahan telah membangkitkan perjalanan yang bervariasi antara 4% s/d 14% dari jumlah lalu lintas yang ada.

 

2. V/C Rasio

V/C Rasio pada jam sibuk sebelum dan sesudah pembangunan kawasan perumahan pada ruas jalan Kopo Sayati seperti terlihat pada Tabel 6.

 

Tabel 6 : V/C Rasio Sebelum dan Sesudah Pembangunan Perumahan

Nama Link

Periode Jam Sibuk

Sebelum Pembangunan

Sesudah Pembangunan

Vol. (pcu)

V/C

Vol. (pcu)

V/C

Link A

Pagi   06.30-07.30

1510,50

0.62

2281,80

0,93

Sore  16.30-17.30

1148,90

0,47

1713,00

0,70

Link B

Pagi   06.30-07.30

1514,50

0,62

2280,65

0,93

Sore  16.30-17.30

1145,90

0,47

1779,40

0,73

Link C

Pagi   06.30-07.30

1525,50

0,62

2003,45

0,82

Sore  16.30-17.30

1146,90

0,47

1667,65

0,68

(Sumber : Analisa Data DLLAJ Kab. Bandung)

 

Dari tabel tersebut terlihat terjadi peningkatan V/C Rasio dimana sebelum pembangunan kawasan perumahan V/C rasio berkisar antara 0,47 s/d 0,66, setelah pembangunan V/C rasio antara 0,72 s/d 0,83. Hal tersebut berati telah terjadi penurunan derajat pelayanan dari ruas jalan tersebut.

 

3. Kecepatan

Kecepatan yang dianalisa dilakukan berdasarkan hubungan antara free flow speed (vo) dengan V/C rasio yang ada, seperti diturunkan dalam IHCM (1996) sebagai berikut :

 

V = Vo x  0.5 x (1 + (1-V/C)0.5  )

 

Dimana : V = Kecepatan, V/C = Volume/Kapasitas dan Vo = Free flow IHCM (40 kpj)

Dengan formula tersebut diatas dapat diperoleh angka kecepatan sebelum dan sesudah pembangunan kawasan perumahan seperti terlihat pada tabel 7.

 

Tabel 7 : Kecepatan  Sebelum dan Sesudah Pembangunan Perumahan

Nama Link

Periode Jam Sibuk

Sebelum Pembangunan

Sesudah Pembangunan

V/C

Kec.(kpj)

V/C

Kec. (kpj)

Link A

Pagi   06.30-07.30

0.62

32,35

0,93

25,11

Sore  16.30-17.30

0,47

34,55

0,70

30,92

Link B

Pagi   06.30-07.30

0,62

32,32

0,93

25,13

Sore  16.30-17.30

0,47

34,57

0,73

30,41

Link C

Pagi   06.30-07.30

0,62

32,25

0,82

27,79

Sore  16.30-17.30

0,47

34,56

0,68

31,26

(Sumber : Analisa Data DLLAJ Kab. Bandung

 

Dari tabel tersebut terlihat terlihat terjadi penurunan kecepatan kendaraan yang pada gilirannya akan meningkatkan biaya perjalanan.

 

C. IMPLIKASI TERHADAP BIAYA PERJALANAN PEMAKAI JALAN

1. Biaya Operasi Kendaraan (Vehicle Operating Cost/VOC)

VOC bervariasi tergantung pada kecepatan, jenis kendaraan, permukaan jalan dsb. Formula berikut dapat digunakan untuk menghitung VOC (IHCM 1966)

VOC   =  s  x  å (VOC   type i ) x Volume

                                                                     Type i

Dimana : VOC = Biaya Operasi Kendaraan, S = Jarak dan Volume = Volume Lalu Lintas berdasarkan jenis kendaraan.

 

2. Nilai Waktu Perjalanan (Time Value Cost/TVC)

Nilai waktu berdasarkan jenis kendaraan yang digunakan adalah sesuai dengan apa yang ditetapakan dalam IHCM (1966). Untuk memperoleh Biaya nilai waktu dapat digunakan formula berikut ini :

TVC   =  s  x  å (TVC   type i ) x Volume

                                                                     Type i

Dimana : TVC = Biaya Nilai Waktu, S = Jarak dan Volume = Volume Lalu Lintas berdasarkan jenis kendaraan.

 

3. Total Biaya Perjalanan Pemakai Jalan (Total Cost/TC)

Total biaya perjalanan bagi pemakai jalan adalah terdiri dari biaya operasi kendaraan (VOC) dan nilai waktu yang dihitung dalam uang (TVC), dengan demikian Total Biaya Perjalanan/Total Cost dapat dihitung sebagai berikut :

 

TC = VOC + TVC

 

Dimana : TC = Total biaya perjalanan, VOC = Biaya Operasi Kendaraan dan TVC = Nilai Waktu yang dihitung dalam uang.

 

Biaya total perjalanan pada ruas jalan Kopo Sayati pada Link A, Link B dan Link C seperti terlihat pada tabel 8 berikut ini :

Tabel 8 : Total Biaya Perjalanan dan Biaya Ekstra

Jenis Kendaraan

Link A

Link B

Link C

VOC

TVC

TC

VOC

TVC

TC

VOC

TVC

TC

 

Sebelum

Pembangun-an Perumahan

Spd Motor

105289

290773

396062

210836

581736

792572

190267

525216

715483

Sedan, Jeep

1654630

1724539

3379169

3283835

3421435

6705270

2911340

3035396

5946736

Angkot

820387

1012551

1832938

1591603

1964536

3556139

1552784

1917796

3470580

Bus

82762

11957

94719

160564

23201

183765

156647

22650

179297

Truk

409,912

14818

424730

781674

28750

810424

762609

28066

790675

Total Cost

3065980

3054638

6120618

6028512

6019658

12048170

5573647

5529124

11102771

 

Sesudah

Pembangun-an Perumahan

Spd Motor

108733

338205

446938

217576

678816

896392

196217

584310

780527

Sedan, Jeep

1802524

1979065

3781589

3575355

3947416

7522771

3168154

3366242

6534396

Angkot

897371

1159259

2056630

1740956

2263716

4004672

1698493

2124060

3822553

Bus

85306

13804

99110

165499

26904

192403

161463

25128

186591

Truk

422900

16986

439886

820454

33166

853620

800443

31192

831635

Total Cost

3316834

3507319

6824153

6519840

6950018

13469858

6024770

6130932

12155702

Biaya Ekstra Perjalanan

250854

452681

703535

491328

930360

142168

451123

601808

1052931

(Sumber : Analisa Data DLLAJ Kab. Bandung

 

Dari tabel tersebut terlihat telah terjadi peningkatan biaya perjalanan dari Rp. 29.271.589 menjadi Rp. 32.449.713 per hari pada ruas jalan Kopo Sayati sepanjang 1,5 Km mulai dari batas kota toll kopo sampai persimpangan jalan desa Sukamenak. Peningkatan biaya perjalanan sebesar Rp. 3.178.154 terdiri dari biaya operasi kendaraan Rp. 1.193.305,- dan Rp. 1.984.849,- untuk biaya ekstra waktu perjalanan.

 

IV. PEMECAHAN MASALAH

A. PENGENDALIAN TATA GUNA LAHAN MELALUI ANDALALIN

Perencanan pembangunan kawasan sangat mempengaruhi pola pergerakan, dimana penggunaan lahan dan rencana distribusi spasialnya merupakan penentu dalam pengadaan prasarana dan sarana transportasi yang menyebakan terjadinya interaksi. Untuk mendukung interaksi tersebut maka perlu dilakukan perencanaan transportasi yang terpadu dengan tujuan dan sasaran membuat interaksi menjadi lebih mudah dan effisien. Pengendalian tata guna lahan dan keterpaduannya dengan sistem transportasi untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut diatas dapat dilakukan dengan keterlibatan study analisa dampak lalu lintas untuk perubahan tata guna lahan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya permasalahan lalu lintas dikemudian hari.

Pertimbangan untuk melaksanakan kegiatan Study Analisa Dampak Lalu Lintas adalah sebagai berikut :

·        Andalalin merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengatisipasi dampak dari pembangunan tata guna lahan dan indetifikasi tujuan peningkatan sistem transportasi untuk menanggulangi kemacetan, pemeliharaan, peningkatan keamanan dan menyediakan akses ke suatu kawasan serta meminimumkan damapak yang ditimbulkan dengan adanya pembangunan kawasan.

·        Dampak lalu lintas harus menjadi salah satu pertimbangan yang utama dalam perencanaan kawasan baik untuk pembangunan baru atau perluasan dari pembangunan yang telah ada. Dibuat pada tahap awal perencanaan dan termasuk dalam penentuan lokasi kawasan.

·        Andalalin harus merupakan salah satu persyaratan yang diwajibkan kepada pengembang dalam memperoleh ijin untuk membangun suatu kawasan, dimana pengembang diwajibkan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam suatu andalalin

·        Dalam andalalin dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal  anatara lain sebagi berikut: keterangan tata guna lahan yang diusulkan (ukuran, tipe, lokasi, tingkatan) dan site plan, Identifikasi dan penetapan daerah pengaruh akibat dari pembangunan (inpected study area), keterangan mengenai jalan yang ada atau kondisi transportasi termasuk volume lalu lintas, aksesibilitas angkutan, geometrik,  Antisipasi jangka pendek, Antisipasi bangkitan perjalanan dan volume lalu lintas harian pada saat seluruhnya terbangun, proyeksi lalu lintas sekarang untuk disain rencana, Rekomendasi dari lokasi Akses dan pengembangan transportasi yang dinginkan untuk menjaga arus lalu lintas dari dan selama dan setelah lokasi dibangun, kebutuhan prasarana jalan, parkir serta sirkulasi kendaraan dari suatu kawasan, serta informasi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan lalu lintas.

Apabila kegiatan analisa damapak lalu lintas ini dapat dilaksanakan dengan baik, dan para pengembang melakukan apa-apa yang telah ditetapkan dalam suatu andalalin maka permasalahan lalu lintas akan dapat diminimalkan.

 

B. MANAJEMEN LALU LINTAS DENGAN PENINGKATAN UNJUK KERJA JALAN

Salah satu hal yang penting dalam jaringan jalan adalah penetapan hirarkhi yang tepat sehingga jelas peranan penggunaan jalan untuk masing-masing ruas jalan. Bila jaringan jalan telah mempunyai hierarkhi yang jelas dapat diterapkan manajemen yang tepat pula untuk masing-masing kelompok fungsi jalan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelancaran arus lalu lintas dan mempersingkat waktu perjalanan pada jaringan jalan yang ada antara lain dengan : Meningkatkan kapasitas, Mengurangi friksi Mempengaruhi komposisi kendaraan, dan Pengendalian Persimpangan/Akses

Peningkatan Kapasitas : Peningkatan kapasitas biasanya dilakukan dengan pelebaran jalan yang dapat ditempuh dengan pelebaran lajur, menambah lajur ataupun menghilangkan gangguan-gangguan terhadap kelancaran lalu lintas. Gangguan terhadap kelancaran lalu lintas dapat berupa penyempitan (bottle neck) atau adanya konflik dengan pejalan kaki atau pemakai lalu lintas lainnya.

Mengurangi Friksi : Berbagai friksi antara lalu lintas yang bergerak dengan lingkungan disekitar lintasan tersebut mengakibatkan berkurangnya kapasitas jalan, friksi tersebut antara lain diakibatkan oleh : friksi dengan kendaraan yang datang dari arah yang berlawanan pada jalan dua arah jalur tunggal, tiang listrik/telepon yang terlalu dekat dengan lintasan kendaraan, tiang listrik/telepon yang berada diatas perkerasan jalan, pedagang kaki lima yang menggelar barang dagangannya diatas trotoar atau diatas perkerasan jalan, parkir kendaraan disisi jalan, termasuk disini parkir becak, parkir angkutan umum, Pejalan kaki yang berjalan diatas perkerasan jalan. Oleh karena itu gangguan-gangguan tersebut perlu dikendalikan bila ingin mengalirkan arus lalu lintas yang tinggi.

Komposisi Kendaraan : Kendaraan yang mempunyai unjuk kerja berbeda akan mempengaruhi kecepatan lalu lintas dengan demikian mempengaruhi kapasitas, seperti :

kendaraan tidak bermotor mempunyai kecepatan rata-rata yang rendah akan sangat mempengaruhi kendaraan bermotor yang kecepatan tinggi, kendaraan barang yang bermuatan lebih atau tidak mempunyai tenaga akan berjalan dengan kecepatan rendah pada tanjakan ataupun ruas jalan yang datar. Untuk mengatasi hal ini dapat ditempuh dengan pembatasan lalu lintas tertentu ataupun dengan membuat lajur lambat dan lajur cepat.

Pengendalian Akses : Gangguan yang terbesar terhadap kelancaran lalu lintas pada jaringan jalan adalah gangguan yang diakibatkan oleh persimpangan atau akses. Untuk mengendalikan persim-pangan/ akses dengan baik maka pola jaringan jalan harus menunjukkan hirarkhi yang baik antara arteri, kolektor maupun lokal.

Dengan pengendalian tata guna lahan dan manajemen lalu lintas yang tepat di harapkan permasalahan lalu lintas yang terjadi di Kabupaten Bandung, terutama pada ruas jalan Kopo Sayati dapat dicegah atau diminimalkan.

 

V.  KESIMPULAN

Permasalahan lalu lintas yang terjadi di Kabupaten Bandung dari tahun ke tahun semakin komplek. Hal tersebut dapat dijumpai dengan semakin banyaknya daerah atau wilayah yang pada ruas jalannya terjadi kemacetan lalu lintas. Salah satu dari ruas jalan tersebut adalah ruas jalan Kopo Sayati. Permasalahan pada ruas jalan itu diduga ada kaitannya dengan bermunculannya kantong-kantong perumahan di sepanjang ruas jalan tersebut.  Kerugian yang diderita akibat kemacetan yang terjadi mencapai angka Rp.  3.178.154 per hari atau sekitar Rp. 1 Milyar per tahun.

Untuk mencegah dan menaggulangi permasalahan lalu lintas yang terjadi akibat perubahan kawasan tata guna lahan, analisa dampak lalu lintas dan manajemen lalu lintas semakin diperlukan untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan. Sehingga permasalahan lalu lintas dapat dicegah sejak dini atau minimal dikurangi dengan kegiatan manajemen lalu lintas yang diperlukan. Untuk mewujudkan itu semua diperlukan dukungan dari beberapa instansi terkait dan masyarakat. Dengan demikian upaya untuk menuju sistem transportasi yang terintegrasi dapat dicapai.

 

  

 

Daftar Pustaka

 

1.      Adhiatna, T  (1998),  Road Traffic Generation From New Residential Development in Indonesia: Implications for Road User Cost, (Diploma Dissertation/Unpublished), University of Newcastle Upon Tyne, England.

2.      Department of Public Works Indonesia (1996), Indonesia Highway Capacity Manual, Sweroad in Association with Bina Karya Plc, Jakarta.

3.      Dimiriou, H, T (1990), Transport Planning For Third World Cities, Routledge 11 New Fetter Lane, London.

4.      Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1998), Sistem Transportasi Kota, Jakarta.

5.      Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2000), Materi Workshop Manajemen Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Kebijakan Perencanaan Transportasi, Jakarta.

6.      The Institution of Highways and Transportation (1994), Guidelines for Traffic Impact Assessment, 3 Lygon Place, Ebury Street, London.